Tampilkan postingan dengan label Cerpen Romantis. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Romantis. Tampilkan semua postingan

Jumat, 07 Februari 2014

Cerpen Cinta Romantis Sedih Banget

Aku Aishah


Satu minggu setelah kematian Rifki. Aku masih tak bisa menahan derita rasa ini. Dia memang telah mencintai orang lain dan meninggalkanku dengan seenaknya. Tapi rasa sayangku kepadanya masih memaksaku untuk merasakan rasa perih saat aku tahu dia telah meninggal. Dunia ini terasa gelap, aku bahkan mulai membenci diriku sendiri. Kenapa dia meninggalkanku? Kenapa? Aku benci rifki, sangat membencinya atas sikapnya menduakanku dan meninggalkanku dengan seenaknya. Tapi betapapun benci, aku tetap masih tak menerima atas kematiannya.

Aku terus mengurung diri di kamar. Entah berapa lama aku menangis sendiri di kamar ini. Aku dikagetkan ketika pintu kamarku diketuk. 

“ Nduk, buka nduk. Ada tamu” suara abahku

“ Ya Bah “ jawabku singkat

Segera kusapu airmataku. Mataku yang sembab tetap tak bisa disembunyikan bekas – bekas tangisanku. Kubuka pintu kamar. Ternyata tamuku adalah Fitri. Adik rifki.

“ oh Fitri, “ aku menyalami tangannya” silahkan duduk. “ aku mempersilahkannya duduk.

“ iya kak”

“ ada apa? Ada penting?”

“ nggak kak. Ini Cuma mau nganter kotak ini. Sebelum kak Rifki meninggal dia menyuruhku untuk memberikan ini jika kakak kerumah Fitri. Tapi Fitri tunggu – tunggu kakak tidak dateng kerumah Fitri. Jadi Fitri nganterin ini ke Kakak” jelas Fitri” ini kak “ lanjutnya sambil memberikan kotak kecil berwarna merah.

“ Apa ini?” tanyaku penasaran.

“ Fitri nggak tau kak. Udah dulu kak. Fitri pamitan, mau nyiapin buat acara tahlil ntar malam kebetulan yang terakhir. Jadi rada sibuk sekarang. Fitri Pamit “ ucapnya sambil meyalamiku.

“ assalamu’alaikum “ salam Fitri.

“ wangalaikum salam. Terimakasih ya”

Fitri pergi. Aku sendiri. Aku masuk kekamarku. Ku banting tubuhku diatas kasur. Sambil tengkurap ku buka kotak itu.  Ada selembar kertas dan 1 buah cincin. Ku ambil surat itu. Mataku  tertuju pada awal surat itu.

 Teruntuk Bidadariku
Siti Aisya Khofifaturrahmah

Maafkan aku atas sikapku yang pastinya menyakitimu. Mungkin kau juga membenciku dik, aku telah meninggalkanmu dengan sabab yang tak bisa kau terima. Aku terima itu. Dan sekarang, saat kau baca surat ini, berarti aku sudah tak lagi ada di dunia ini. Dan harapan terakhirku adalah kau akan memaafkanku. Surat ini akan menjelaskan segalanya. Segala sikapku selama ini.

Kau tahu betapa inginnya aku membantu adanya pesantren di desa kita. Aku ingin membantu abahmu untuk berdakwah di desa kita dan semoga dapat meluas ke luar desa. Dan hampir saja impian itu hancur karena ego ku saat aku tahu kau hendak di jodohkan dengan pemuda lain. Kau tahu? Sakit banget, sedih, dan terluka. Semua itu menjadi satu dalam deritaku.

Namun, setelah kurenungkan. Inilah ujian keikhlasan. Apakah aku membantu pembangunan pesantren karena kamu atau karena Allah? Dan karena itulah aku berfikir. Alasan perjodohanmu adalah karena Abahmu menginginkan yang terbaik buatmu dan mampu meneruskan perjuangan dakwahnya. Sehingga siapapum suamimu nanti haruslah mempu menggantikan peran abahmu. Beliau, memandang aku tak cukup pantas untuk itu. Aku tahu seberapa kemampuanku, aku memang nol soal agama terlebih lagi aku memang tak ingin menjadi kyai, ustadz atau sebutan lain. Aku tak sangup menanggung amanah tersebut. Aku takut di agungkan, di puji, di muliakan melebihi keinginanku.

Aku tahu, kau takan mau dijodohkan dan akan bertahan denganku. Oleh karena itulah aku menjalin hubungan dengan Rani, kau tahu siapa Rani? Rani itu bukan siapa – siapa dan memang tak pernah ada. Rani adalah tokoh yang aku buat agar kau berfikir aku menduakanmu. Agar kau melepasku meski kau akan membenciku nantinya. Tapi, aku ingin agar nantinya pesantren dipimpin oleh seorang ahli agama. Karena jika itu terjadi maka pesantren akan maju. Dan apa artinya satu atau dua hati yang terluka demi masa depan pesantren, masyarakat desa kita bahkan mungkin lebih luas. Aku relakan rasa sakit ini demi pesantren kita. Demi kebahagiaanmu juga.

Jika kau mencintaiku, aku mohon tersenyumlah setelah ini. Jika kau ingin aku tenang di alam akhirat. Berjanjilah untuk bangkit dari kenangan pahit ini. Aku  yakin tidak akan ada yang sia – sia dari sebuah pengorbanan yang dilandaskan pada kecintaan kita pada Allah. Maukah kau berjanji?

Maafkan aku yang tak bisa menemanimu. Cincin yang aku sertakan bersama surat ini adalah kenangan dariku. Cincin yang dulunya ingin aku berikan pada saat kita menikah. Aku harap cincin itu akan terus mengingatkanmu pada janjimu untuk terus berjuang demi pesantren kita. Menikahlah dengan pilihan ayahmu.

Aku minta tolong. Fitri kini sendiri. Ia yatim piatu. Jagalah ia, anggap dia adik kandungmu. Aku punya tabungan di bank untuk pendidikan Fitri, kelola uang tersebut untuk membuka usaha kemudian latih Fitri untuk mandiri. Didiklah dia agar nantinya Ia menjadi gadis solehah sepertimu.

Mungkin ini saat terakhir dari kata – kataku. Maafkan aku atas rasa sakit yang kini kau rasakan. Jaga kesehatan. Jangan pernah terpuruk, tersenyumlah. Sedihmu, sedihku, sakitmu sakitku, dan bahagiamu adalah bahagiaku. Dan ijinkan aku mengakhiri kata – kataku dengan

“ AKU MENCINTAIMU HINGGA UJUNG HAYATKU “

                                                                               Yang selalu mencintaimu


                                                                                               Muhammad Rifki

ditulis oleh :  muannas hafidz

Cerpen Terbaik : Lelaki Yang Mencintai Ibunya Takkan Menyakiti Hati Wanitanya

Lelaki Yang Mencintai Ibunya Takkan Menyakiti Hati Wanitanya
Oleh :  Dian Nafi

Aku hampir menjerit ngeri melihat perubahan raut wajahnya. Matanya melotot marah, seakan hampir lepas dari rongganya. Terus terang aku tidak pernah melihat mas Faisal seberang ini. Kudekap anak perempuan mungilku demi meredakan amarahnya. Dan sepertinya cukup berhasil. Mas Faisal menarik nafas panjang dan perlahan mengendurkan semua urat sarafnya yang tegang beberapa menit tadi. Bisa kurasakan debar keras dalam dadaku pun turut mereda seiring mas Faisal menyandarkan punggungnya ke sofa ruang tamu kami.
“Saya pergi mengajar dulu, mas,” pamitku cepat-cepat mumpung dia dalam keadaan gencatan senjata.
“Hm,” hanya dehem kecil dengan serak sisa kemarahan terdengar lewat bibirnya yang semakin menghitam sebab semakin sering merokok.
Jemari tangannya memberi isyarat padaku supaya pergi cepat dari hadapannya sembari matanya tertutup rapat. Aku beringsut pelan mendekatinya masih dengan anak perempuanku di gendongan. Kucium penuh takdim punggung tangan mas Faisal sembari hatiku membisikkan permintaan maaf. Karena jika kusuarakan, pastilah yang kudapatkan justru guntur yang lebih hebat.
Dia mengibaskan tanganku dengan segan. Tapi aku tak kuasa marah, tak mampu sakit hati. Hanya perih, pedih. Bisa kurasakan betapa mas Faisal menahan sendiri kemarahannya yang besar kepadaku. Sesuatu yang aku sendiri mungkin tidak bisa melakukannya. Tetapi ya, kuakui, mas Faisal adalah salah satu lelaki hebat itu. Yang tidak kuasa menyakiti wanita, terlebih lagi padaku, istrinya.
Kutinggalkan rumah dengan hati yang rusuh. Anak perempuanku masih pulas tidur dalam pelukanku. Langkahku terayun gontai menuju kompleks pesantren mertuaku. Pagi ini aku terpaksa datang sendiri mengajar ke PAUD yang kurintis bersama mas Faisal karena salah satu guru yang kami tunjuk berhalangan hadir. 
**
“Mbak Alin sakitkah? Kok pucat banget?” tegur bu Dani, salah satu guru lain. Memang di kelas, meski aku berusaha bersenang-senang dengan anak-anak didikku, tetapi sebenarnya hatiku masih terpancang pada kemarahan mas Faisal.
“Memang agak pusing,” aku berusaha menghindar dari pertanyaan lebih jauh lagi. Tak boleh seorangpun tahu masalah kami bagaimanapun beratnya.
“Istirahat saja, mbak. Saya yang lanjutkan ya? Biar dua kelas saya gabung,” bu Dani menawarkan diri dan aku mengangguk.
Kuangkat anak perempuanku yang tadi ikut asyik bermain dengan anak-anak PAUD lainnya. Dan kubawa ke rumah ibu mertua yang ada dekat lokasi madrasah.
“Faisal sudah berangkat kerja?” ibu mertua menyambutku di terasnya dengan pertanyaan yang sudah kuduga sebelumnya.
 Anak perempuanku mencium tangan neneknya dengan tergesa lalu membrosot dari gendonganku dan dengan langkah-langkah kecilnya masuk ke dalam rumah. Disambut oleh mbak pondok yang sedang piket.
“Tadi belum, bu,” kutekan nada suaraku agar tidak mencurigakan, sembari mencium punggung tangan mertuaku.
“Oh, pantesan. Biasanya dia selalu ke sini dan pamit aku dulu tiap kali berangkat kerja,” kalimat ibu mertua ini sudah kuhafal betul.
Dan memang itulah salah satu kelebihan mas Faisal. Dia sangat sayang dan menghormati ibunya. Dan seperti itulah dia mengajarkan padaku tanpa kata, sehingga dengan sendirinya aku menghormati dan mencintai ibu mertuaku seperti mencintai ibuku sendiri.
Dari ujung gang terlihat motor mas Faisal mendekat ke teras tempat aku dan  ibu mertua mengobrol di atas lincak.
“Mi, saya nanti mungkin nggak pulang rumah. Mungkin lembur,” pamit mas Faisal pada ibunya sembari mencium takdim tangan ibunya.
Glek! Kutelan ludahku, serasa ada yang tercekat di tenggorokanku. Apakah ini masih terkait dengan kemarahannya barusan pagi ini.
“Kok lembur-lembur segala kenapa? Kalau tidak perlu dilembur mbok yo ora usah lembur, kasihan istri anakmu ki lho kalau di rumah sendirian,” ibu mertua yang juga mengasihiku seperti anaknya sendiri, memeluk bahuku.
Tapi kangmas Faisal-ku bahkan tidak menatap wajah dan mataku sama sekali. Masih bisa kurasakan kemarahan itu, tapi dia tidak tega menyakitiku, betapa pedihnya menahan perasaan yang semacam ini.
“Yo wis, yo wis. Kalau memang harus lembur yo ora opo-opo. Nanti malam kamu sama anakmu tidur di sini saja kalau begitu,” tukas ibu mertua cepat demi melihat mas Faisal tidak merespon pertanyaannya.
Ah, ibu mertua yang sungguh pandai membaca gelagat dan bahasa tubuh anak bungsunya. Aku merasa terberkati berada di antara kedua orang yang kasih mengasihi ini. Namun juga sekaligus waspada. Jangan sampai karena ketidakpekaanku atas kehalusan budi dan kepandaian menahan emosi yang mereka miliki, aku jadi mendapat boomerang.
**
“Nggak di situ ya? Aduh jadi di mana nih?” dengan gusar kututup telpon.
Aku tidak mau menginap lagi di rumah mertua setelah kemarin sudah bermalam di sana. Kupikir mas Faisal malam ini pulang dan tidak lembur lagi. kutelpon beberapa temannya untuk mengetahui keberadaannya tetapi hasilnya nihil. Setelah lelah semalaman mencoba mencari ke mana-mana dan tidak juga berhasil, akhirnya aku kelelahan dan tertidur.
Pagi hari saat terbangun, langsung mencoba menghubungi nomornya lagi seusai sholat subuh. Masih tidak aktif. Menghubungi teman-temannya lagi, masih tidak terlacak. Aku semakin resah, tapi tidak ingin membuat ibu mertuaku turut gelisah. Jadi aku bertahan di dalam rumah.
Baru agak siang kemudian baru kulihat lagi wajah mas Faisal yang kurindukan, kusut dan layu.
“Mas dari mana saja. Semalaman kucari-cari,” berondongku dengan gaya khas istri pencemas dan rewel.
“Kamu masih peduli tho sama aku? Aku pikir aku sudah tidak penting lagi,” ketus jawabannya, tapi tak menembus hatiku yang penuh rasa sesalan dan dibuntal kerinduan juga cemas semalaman.
“Oh ya, motormu kugadaikan,” dengan nada tidak merasa bersalah sedikitpun mas Faisal menyampaikan berita tidak mengenakkan.
“Hah? Kok pakai menggadaikan motor,” aku melirik ke teras dan baru sadar bahwa dia tadi pulang dengan tidak mengendarai sepeda motornya sendiri. Entah dengan siapa tadi dia sampai ke rumah.
“Pilihannya cuma itu. Aku kemarin nembung pinjam uang kamu buat nutup material, tidak kamu kasih. Jadi terpaksa motor kutitipkan teman selagi aku belum bisa membayar material yang kuangkut ke proyek,” jelasnya setelah menyruput teh tubruk yang kusiapkan sejak pagi seperti biasanya.
“Sampai kapan?” sahutku cepat.
“Ya, sampai terminnya turun dan aku bisa bayar. Wis, aku kesel, ngantuk,” lalu tanpa mandi ataupun berganti baju, mas Faisal meninggalkanku yang masih ternganga.
**
“Ini motormu,” aku kali ini dibuat ternganga lagi karena malamnya mas Faisal sudah datang dengan motor pemberian ibuku lagi. Yang tadi sesiang masih kusesali kenapa sampai digadaikan.
“Lho kok sudah bisa diambil? Kata mas tadi….”  Belum lagi kuselesaikan kalimatku, mas Faisal sudah menyambarnya, “ aku ora tego awakmu, nduk. Tadi aku ngobrol lagi sama temanku dan dia melepaskan agunan ini. Diriku jaminannya,” ada getar kurasakan dari nada suaranya yang membuat air mataku menitik.
Tidak perlu menunggu ijin, aku menghambur ke dalam pelukannya. Membenamkan wajahku ke dalam dadanya yang bidang dan luas, seluas kesabarannya akanku, istri yang tak pernah dia sakiti seberapa pahitpun kadang aku memperlakukannya

Kategori Remaja
I HEART YOU
(Oleh Farrah Zaneti)
            Aku terdiam menatap kumpulan castellanus yang berarak perlahan di langit. Sesekali aku menghisap sebatang  rokok di tanganku. Pikirianku kabur ke segala arah. Tapi aku begitu menyukai keadaan ini. Keadaan di mana segala sesuatu terlihat tenang padahal sebetulnya banyak yang tidak berada di tempat seharusnya. Seperti aku dan pikiranku. Aku kabur dari kelas dan pikiranku kabur meraba-raba ke segala obyek.
            “Kamu di sini lagi rupanya.” Sebuah suara riang yang tidak aku harapkan kehadirannya terdengar lagi. Hampir  dua minggu terakhir ini suara ini selalu mengiterupsi kegiatan melamunku.
            Sengaja aku diam, tidak menyahut atau menoleh ke arah orang itu. Aku menyadari dia mendekatiku dan dia duduk di sebelahku. Tapi sepertinya dia terlalu polos, tidak peka, atau memang bodoh sampai tetap nekat melanjutkan niatnya untuk duduk di sebelahku.
“Berhenti menggangguku. Aku hanya ingin ketenangan. Kalau kamu hanya ingin mengajakku masuk kembali ke kelas, itu sia-sia saja, kuberi tau.”
            “Baiklah. Aku akan menemani kamu di sini,” jawabnya dengan nada ringan.
            “Aku tidak suka diganggu. Sebaiknya kamu pergi saja. Kamu itu sekretaris osis, kalau bolos pelajaran nanti bisa-bisa kamu dikeluarkan dari osis,” sergahku sambil hendak menghisap rokok di tanganku yang tinggal seperempat batang.
            Dia meraih rokok itu dari tanganku, melemparnya ke sudut atap sekolah. Dia berdiri mendekati sisa rokok itu dan menginjaknya. Aku berdiri melihat kelakuan menyebalkannya tapi dia malah berbalik dan kembali berjalan ke arahku dengan senyum dan wajah tak berdosa.
            “Cewek gak bagus kalau merokok,” katanya sebelum aku sempat menyembur. Dia mengembangkan senyum kekanakan seperti biasa.
            “Apa pedulimu!” Aku kesal.
            “Aku pacarmu.” Dia masih memasang ekpresi seperti anak TK.
            “Aku menerimamu karena terpaksa,” gerutuku sambil mencoba menahan diri agar tidak menghabisinya di sini.
            Dia lagi-lagi hanya  tersenyum. Aku tidak akan luluh dengan senyum itu! Dia pikir senyum itu bisa mengembalikan sebatang rokok terakhir tadi? Dasar tidak tau terima kasih. sudah bagus aku mau jadi ceweknya. Kurang ajar sekali balasannya seperti ini.
            “Sartika, dengarkan aku. Segala tindakanmu ini akan merugikanmu suatu saat nanti. Aku tau kamu butuh pelampiasan—”
            “Tau apa kamu, hah?” Tanyaku memotong ucapannya. Dia itu merasa dirinya seorangrescue ranger atau pahlawan bertopeng sih?
            Lagi! Semua pertanyaanku hanya dijawab dengan senyum itu! Sama seperti saat aku bertanya kenapa dia menginginkan aku untuk menjadi pacarnya. Dia juga menjawabnya dengan senyum. Pertanyaanku, cacianku, amarahku, perkataan kasarku, semuanya dia jawab dengan senyum yang sok—oke, memang—manis itu.
            “Masih belum mau masuk kelas?” Dia kembali membuka suara. Kali ini aku memilih diam. Dia menambahkan, “Kalau memang belum mau kembali ke kelas, aku akan menemanimu di sini.” Dia lalu kembali duduk. Dia memeluk kedua lututnya dan berayun pelan ke depan dan ke belakang  dengan riang.
            Aku juga ikut kembali duduk. Masih dalam bungkam. Aku meliriknya sekilas. Aku menghela napas dan kembali mendongak untuk menatap langit yang biru. “Ferro,” lirihku memanggil namanya. “Kamu sudah menungguiku begini sampai sepuluh kali sejak aku menerimamu. Dan semuanya masih menjadi tanda tanya untukku.”
            “Ternyata kamu menghitungnya?” Ferro tertawa.
            Aku gelagapan. “Bukan sengaja. Hanya saja aku sadar aku sudah terganggu sampai sepuluh kali dalam sepuluh hari berturut-turut.”
            Dia mengulurkan tangannya, menyentuh kepalaku dan mengelusku dengan lembut. “Karena kamu pantas untuk diganggu seperti ini.” Dia lalu tertawa kecil. Dia menepuk-nepuk kepalaku pelan sebelum menarik tangannya kembali.
            “Tidak,” sanggahku. “Aku brengsek, semua orang bilang aku cewek begundal.”
            “Jauh, dekat, banyak, sedikit, baik, buruk, itu semua tergantung persepsi tiap orang. Baik menurut mereka tidak harus menjadi patokan baik menurutku. Persepsi tiap orang berbeda itu sah. Hanya saja ada persepsi yang berlaku secara umum yang menjadi tolak ukur di masyarakat.”
            “Intinya kamu juga menganggapku begundal?” Aku agak tersinggung. Tunggu, sejak kapan aku peduli pada pendapat orang tentang diriku?
            Dia menggeleng sambil tersenyum dengan senyum khasnya. “Ada yang pernah bilang padaku, setiap orang mempunyai potensi baik dan jahat dalam porsi yang sama. Kalau kamu bias tergantung pada rokok, aku yakin kamu juga potensi untuk membencinya. Ini semua hanya tentang mindset.”
            “Kamu terlalu naïf, Ferro. Hidup itu tidak sesederhana teori.”
            “Lupakan. Sekarang lebih baik sekarang ayo kita bergegas karena sepertinya bel pulang tadi sudah berbunyi,” kata Ferro.
            Kali ini aku menyetujuinya. Kita berdua berjalan turun kembali ke kelas.
•••
            Aku berjalan pulang dengan langkah gontai. Ferro hanya berjalan di sampingku sambil bersiul riang. Sejak keluar dari gerbang sekolah, aku dan dia sama sekali tidak mengobrol sepatah kata pun. Dan tragedi dia mengantarku ini juga dia lakukan tanpa aku memintanya, tanpa persetujuan dariku.
            “Sudah sampai ke neraka,” ujarku memecah kesepian. Dia sepertinya tidak memperhatikan sekitar sampai tidak sadar kalau rumahku hampir kelewatan.
            Ferro menghentikan langkah, memutar badan menghadapku dan menatapku dengan kedua alis bertaut. “Neraka?”
            “Rumahku. Neraka.”
            “Kenapa begitu?”
            “Memangnya siapa yang suka sih ada di tempat orang-orang terbuang? Aku tidak pernah suka tinggal dip anti dan aku  benci pada orang tuaku yang membuangku ke panti ini.”
            Ferro mengeluarkan senyumnya. Berhenti tersenyum dengan tampang tolol itu! Kenapa sih dia bisa selalu tersenyum? Memangnya dia tidak punya masalah sama sekali dalam hidup?
            “Kamu engga dibuang, Sartika. Kamu dititipkan.”
            “Menurutku tidak ada bedanya.”
            “Sudah, masuk sana. Jangan berpikiran yang jelek-jelek lagi. Oh, juga jangan merokok lagi. Besok akan kubelikan lollipop yang banyak untuk mengantikan rokok yang tadi.” Dia tersenyum lebar dengan wajahnya yang polos itu.
            Ketika dia hendak melangkah pergi, aku tiba-tiba menariknya. “Ferro, boleh aku bertanya sesuatu?”
            “Tentu,” jawabnya dengan nada riang.
            “Apa kamu tidak punya beban hidup? Kenapa kamu selalu bias tersenyum seperti itu?”
            Dia lagi-lagi hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaanku. Dia melangkah pergi sementara aku hanya bisa menghela napas, melihat punggungnya yang menjauhiku. Meskipun dia menyebalkan, setidaknya sejak aku menerimanya menjadi pacarku, aku tidak merasa benar-benar kesepian lagi.

Cerpen Cinta :Izinkan Aku Memilih

Izinkan Aku Memilih
Oleh : Farhatul Aini

Ini perasasan hati tak pernah bisa ku bohongi, menyayangi kalian adalah kebahagiaan dan disayangi kalian adalah kebanggaan, akankan semuanya terus berjalan, seiring dengan kebohongan yang terus dilakukan, salahkah ini semuanya yang ku lakukan untuk membahagiakan diri semata.
* * *
Aku tidak mengerti apa yang sebenarnya sedang aku lakukan saat ini, menjadikan kedua laki-laki tak berdosa itu masuk ke dalam kehidupanku, dalam sekejap aku tidak menyadarinya, namun setelah mereka menyatakan perasaannya baru ku seperti terbangun dari mimpi, Kevin dan Yoga kedua laki-laki ini menyatakan cinta padaku dihari yang sama. Dan bodohnya aku tak bisa memilih mereka berdua, bodohnya aku menjadikan mereka sebagai kekasihku.
Kevin adalah seorang laki-laki dewasa yang begitu mengerti akan semua keadaanku, saat aku sedang bosan, malas atau butuh kasih sayang diapun selalu ada. dan Yoga adalah kakak kelas ku yang begitu perhatian padaku, itu yang membuatku jatuh hati padanya.
“Apa Wid lo pacaran sama dua-duanya?” sontak Adel saat aku ceritakan yang terjadi.
“Gue ga ngerti Del, gue sayang sama mereka berdua.”
“Tapi harusnya lo tuh bisa berpikir, ga jadi seperti ini, apa yang lo lakuin kalau diantara mereka tau?”
Pertanyaan Adel terus membayangi pikiranku, apa yang harus aku lakukan ? apakah aku harus jujur kalau aku selingkuh? Apakah aku harus bilang aku mencintai mereka berdua? Apakah aku harus bilang jika ini kesalahanku yang tak bisa memilih? Entahlah aku harus berbuat apa, biarkan waktu yang mendesakku menjawab semuanya. Aku memutuskan untuk melanjutkan kisah ini, kisah yang terlarang namun begitu ku nikmati.

* * *
Hari ini adalah janji berkencan ku dengan Kevin, berjalan berdua di tengah keramayan sedikit membuatku gemetaran, jantungku selalu berdebar kencang apalagi saat Kevin menggenggam erat tangan ku serasa merasakan getaran yang berbeda dalam perasaan ini.

tibalah kami disuatu taman yang indah, terdapat sebuah jembatan yang menghubungkan taman taman indah itu, enatah tempat apa ini, namun baru ku temui bersama orang yang ku sayang. Cuaca langit yang sedikit menghitam tampaknya mulai menyejukan suasana namun langit masih mau berbaik hati untuk tidak mengeluarkan benih-binih airnya. Tiba-tiba Kevin menarik kedua tanganku membalutnya dengan tangannya yang menjadikan sebuah kehangatan, disitu dia pun berkata.
“Wid, aku begitu menyayangi kamu dengan tulus, apakah kamupun begitu?”
“Tentu Vin, akupun sayang kamu.”

lontaran kata-kata dan tatapan yang tulus membuatku semakin terjerat dalam situasi ini, aku semakin merasa bersalah dan takut bagaimana jika Kevin tau bahwa bukan hanya dia yang menjadi kekasihku saat ini, namun rasa sayang dan egois ku yang memaksaku melakukannya.”
sampai acara kencan itu berakhir, suasana kebahagiaan masih terasa begitu melakat di hati.

* * *
Hari ini adalah hari istimewaku, bertambahnya usia dan berharap akan menambah pola pikir kedewasaanku, walaupun saat ini aku sedang terbelit dalam situasi yang dianggap tidak akan pernah dilakukan oleh orang yang bisa berfikir dewasa. Hari ini juga kepulangan Yoga dari Bandung, setelah berlibur sekitar 2 minggu akhirnya Yoga pulang ke Cirebon, ia tak sabar ingin bertemu dengan Widy kekasihnya itu, karena semenjak mereka bertemu malam itu saat yoga menyatakan cinta, mereka belum pernah dipertemukan kembali karena Yoga harus pergi berlibur bersama keluarganya di Bandung. Kini tibalah mereka bertemu, rasa gugup terpancar dari muka Widy.
“Aku kangen kamu Widy sayang.” tiba-tiba Yoga berkata.
“ J Aku juga kangen kamu Yoga.” Senyuman tipis terpancar dari wajah Widy.
Widy benar-benar merasa gugup, kecanggungan terpancar dari sikap dan bahasa tubuhnya, Yoga pun melihatnya tak biasa.
“Kamu kenapa sih Wid, seperti ga suka aku datang.”
“Engga ko ga, aku senang.”
kenapa saat bersama Yoga, aku selalu terfikirkan Kevin, aku terlalu takut menjalani ini, padahal ini sebuah keputusan yang aku ambil.

* * *
Percintaan ini benar-benar tidak membuat aku tenang dan bahagia, semuanya hanya menjadi pikiran dan bebanku saja.
“Del gue besok mau jalan bareng Yoga.”
“Asik dong Wid, pasti lo di ajak ke tempat yang romantisnya ga kalah sama pacar lo yang satu itu.”
“Ko gue ga bisa lupain Kevin ya Del, saat gue jalan bareng Yoga, beda banget saat gue jalan bareng Kevin.”
“Itu artinya lo lebih sayang Kevin, lo harusnya bisa memilih diantara mereka pasti ada yang terbaik.”
“Gue butuh waktu , karna gue sayang mereka.”
Berkencan dengan Yoga tak bisa melupakan bayangan Kevin, namun tak ingin ku tampakan. Ku yakin hari ini akan bisa senang bersama Yoga, Yoga membawaku ke sebuah Cafe tempat kami akan mengadakan diner. Suasana lilin yang menyala dengan indah, suasana dingin terasa membuat suasana romantisme tercipta.
Saat di waktu sedang menunggu pesanan makanan yang belum datang kamipun berbincang seputar liburan Yoga di Bandung, namun ketika diapun menanyakan seputar liburanku disini aku langsung teringat pada Kevin karna banyak waktu liburanku yang kuluangkan bersama Kevin dan tak mungkin aku bercerita, dan sekali lagi akupun harus berpura-pura.
Sampai waktunya akhir kencan serasa menambah kesempurnaan saat Yoga menarik ulur tanganku dan memakaikan cin cin di jari manisku, namun ku artikan itu hanyalah sebuah kado biasa yang biasanya orang berikan pada saat hari ulang tahun. Hatiku juga berkata ini semua bukan kebahagiaan yang aku inginkan.
Yoga meluncur dengan mobil hitamnya, melaju menuju arah rumahku untuk mengantarku pulang, sampai di depan gerbang dibukakan pintu mobil mewah itu serasa aku menjadi permaisuri saja, saat ku ingin masuk Yogapun tak lupa mencium keningku, anehnya perasaanku tidak merasa nyaman dengan ini semua. Setelah Yoga mengijinkanku masuk ke dalam rumah, rupanya sosok tak asing bagiku telah menyaksikan drama cinta yang telah terjadi, ya Kevin berdiri disana seperti tak berdaya dengan bunga cantik dan sebuah bingkisan yang indah terjatuh dari genggamannya. aku sontak kaget dengan ini semua, begitupun Yoga yang tampak bingung dengan adanya Kevin.Tak bisa ku keluarkan kata-kata berderet pertanyaan dikeluarkan Yoga pada Kevin.
“Siapa kamu, teman Widy? untuk apa datang kesini ? memberikan kado ya buat Widy? Kenalkan aku Yoga kekasih Widy”
Ucapan Yoga membuatku gemetaran, semua kata tak bisa dikeluarkan dari mulutku padahal hati ini sudah menjerit tak tahan, matakupun tak bisa menahan benih-benih airnya.

Kevin tak enggan untuk menjawab pertanyaan dan sapaan Yoga,
“Aku Kevin, dan aku adalah kekasih Widy, aku kesini untuk memberikan ini pada Widy.”
“Wid selamat ulang tahun, dan selamat bersenang-senang dengan kekasih baru kamu, terima kasih untuk semuanya.” Rasanya Kevin tak sedikitpun menampakan kesedihan, namun terlihat jelas kekecewaan dan kemarahan terpancar dari mukanya. Jawaban dan sorot mata yang tajam begitu menggores luka dihatiku, tak ada kesempatan yang bisa ku jelaskan, Kevinpun pergi dan meninggalkanku tanpa sepatah kata yang membuatku senang di hari ulang tahunku.
Dan Yoga marah-marah meluapkan semua emosinya, aku tak tahan dengan sikapnya.
“Okeh, sekarang kamu udah tau kalo aku selingkuh, buat apa kamu marah-marah kita akhiri saja semuanya.”
“Wid kamu tau kan aku sayang kamu, kenapa kamu lakuin ini semua?”
“Perasaanku yang membawaku dalam situasi ini, kalian begitu berharga buatku dan waktu tak pernah mengijinkan untuk memilih kamu atau dia.”
“Baiklah kita akhiri saja semuanya, kamu terlalu beruntung Wid dicintai seseorang dengan tulus, tapi waktu berjalan Wid kamu tak bisa memanfaatkan waktu untuk memilih yang terbaik.”

* * *
Semuanya pergi luka yang paling menusuk datang dari Kevin tanpa sepatah kata dia mengakhiri semuanya, jika saja dia tau bahwa sekarang aku tersadar dengan cinta yang tulus diberikannya aku ingin dia kembali, berhari-hari ku terfikirkan akan Kevin, kencan yang indah di taman yang indah pula, kini kabarnya entah tak pernah ku dengar lagi. Namun hari ini ku benar-benar merindukannya ku datangi taman indah itu, suasana terpancar sama seperti ku datang dulu bersama Kevin namun kini langit benar-benar ingin menangis seperti hatiku.
Kini aku mengerti betapa cinta tak ingin dikhianati, rasa sakitnya begitu tak bisa dirasakan pada seseorang yang mengkhianatinya, namun sangat menyakiti siapapun yang dikhianatinya. Aku juga mengerti tentang penyesalan yang selalu datang saat semuanya telah berakhir. Aku juga mengerti tentang waktu yang tak bisa berlama-lama untuk memilih suatu keadaan.

Cerpen Cinta : GARA-GARA SI BENDA BUNDAR

GARA-GARA SI BENDA BUNDAR

oleh: Putria. Pebriana. Sitanggang


Cuaca cerah dan sejuk menyelimuti Kota Tambun tepatnya di GOR Tambun. Nabila dan teman-teman seteamnya sedang menunggu waktu pertandingan mereka. Nabila atau biasa dipanggil Bela adalah seorang atlet basket disekolahnya. Dia dikenal sebagai gadis yang baik, ceria dan bertanggung jawab. Maka, tak heran dia diberi kepercayaan menjadi wakil kapten di klub kesayangannya yaitu “DWI WARNA”. Memang bukan pertama kalinya team tersebut mengikuti perlombaan Libala Cup. Sudah dua kali Nabila mengikuti pertandingan tersebut. Tahun lalu Bela dan teman-teman seteamnya mendapatkan juara ke-1 di Libala.

               Saat sedang bermain passing-passingan bola, tak sengaja temannya melempar jauh bola itu. Dan mau tidak mau Bela mengambilnya, ternyata bola tersebut terjatuh didepan seorang cowok berwajah tampan, berpostur tinggi. Ia adalah Reigy pemain basket dari klub “GALAXI”, Reigy seorang cowok jutek namun humoris. Ia pun memberikan bola tersebut kepada Bela.
               “Nih bolanya” sambil memberikan bola kearah Bela.
               “Terima kasih ya, udah ngambilkan bola ini.” Sambil mengambil bola tersebut.
               “Iya sama-sama, lo dari klub mana?” Tanya Reigy.
               “gw dari klub DWI WARNA, kalau lo?” tutur Bela.
               “Oh, gw sih dari klub GALAXI, lo udah tanding? Ucap Reigy.
               “Udah kok, tadi pertandingan pertama.” Sambil tersenyum.
               “oh, terus menang ya, hmm kalo gw sih nanti pertandingan terakhir.” Ungkap Reigy.
               “iya team gw menang, wah semangat ya moga menang. Hmm yaudah gw pergi ya thank loh atas semuannya.” sambil melambaikan tangan.
               “makasih loh sportnya, iya sama sama.”tersenyumlah Reigy seketika.

               Cowok itu seperti merasakan hal yang berbeda saat bertemu dengan Bela. Ternyata ia jatuh cinta terhadap Bela, begitu pun sebaliknya. Tanpa disadari mereka memikirkan satu sama lain, Reigy ingin sekali meminta nomor hp Bela namun dia tidak berani memintanya. Waktu pun menunjukkan pukul 16.33 sore, saat itulah team “GALAXI” akan bertanding melawan team “STAR”. Bela yang mendukung team “GALAXI” di tribun penonton, selalu tersenyum jika memandang Reigy. Cowok itu membuat Bela tak henti-hentinya memikirkan wajahnya. Sambil bersorak sorak, Bela mendukung Reigy. Akhirnya team “GALAXI” menuaikan kemenangan dengan skor 45-32. Team “GALAXI” dan “DWI WARNA” mendapatkan juara pertama di tournament LIBALA tersebut.

               Saat upacara penutupan dan pemberian hadiah bagi para pemenang, Reigy dan Bela pun menjadi perwakilan dari setiap klub. Hati Bela sangat senang saat bersampingan dengan cowok tersebut. Tak disangka, mereka berphoto bersama saat pemberian Piala penghargaan itu. Reigy pun merasa senang dapat berdekatan dan tersenyum bersama kala itu. Selesailah upacara penutupan tournament LIBALA. Para peserta tournament itu pun telah meninggalkan Gor itu. Reigy yang mencari Bela dikerumunan orang sangat khawatir bila tidak menemukan cewek itu. Namun, saat ia berdiri dan memandangi satu persatu orang orang didepannya tiba tiba ada seorang gadis menepuk punggungnya. Ternyata gadis itu adalah Bela.
               “Hai, ngapain lo disini oiya dari tadi kita belum kenalan gw Nabila panggil aja Bela.” Sambil mengulurkan tangannya.
               “hmm iya gw Reigy.”sambil berjabat tangan dengan Bela.
               “oh iya, lo mau pulang ya yah kita gak bisa ketemu lagi deh.”
               “iya, haha iya yah, hmm gw boleh minta nomor hp lo gak?" Tutur Reigy.
               “oh boleh kok nih number gw.”sambil mengucapkan nomor handphonenya.
               “terima kasih ya, oiya lo pulang kemana?” Tanya Reigy.
               “sama sama, gw pulang ke Cikarang Utara gy, kalo lo pulang kemana?” Ucap Bela.
               “hah? Cikarang Utara looh kita searah dong, emangnya lo tinggal dimana?” Tanya Reigy.
               “hah masa? Wah dunia sempit banget ya, haha gw tinggal di dekat Perum Kebon Kopi, kalau lo tinggal dimana?” ungkap Bela.
               “wah wah dekat dengan gw dong, gw tinggal di Perum Puri Cikarang Hijau.”Jawab Reigy.
               “haha,, kok bisa gitu ya, apakah takdir?”
               “jika ini suatu takdir, wah bersyukur banget gw, oh ya lo pulang sama siapa?”Tanya Reigy.
               “haha,, gw juga, sama…” omongan Bela pun terputus saat bunyi klakson mobil.
               “tinn.. tinn. Tiinnnn”
               “eh itu bokap gw, yaudah gw pergi ya, bye.” sambil melambaikan tangan.
               “bye juga , hati hati ya Bel.” Sambil tersenyum.

                 Hari demi hari pun terlewati, Bela dan Reigy menjadi sangat dekat semenjak tournament LIBALA tersebut. Mereka sering smsan ataupun telfonan, bahkan sering pergi jalan bersama. Reigy yang merasa sangat menyayangi Bela pun mengatakan isi hatinya kepada Bela saat berjalan jalan di sebuah taman.

                 “Bel,, gw boleh ngomong sesuatu tidak?” Tanya Reigy.
                 “lo mau ngomong apa gy? Silahkan ngomong aja.” Jawab Bela.
                 “Sebenarnya gw suka sama lo saat pertama kita ketemu, gw baru bisa jujur sekarang selama ini gw coba memberanikan diri tapi saat inilah gw baru berani mengatakannya.”
                 “hah” Bela pun terdiam sejenak.
                 “kenapa, lo gak suka ya sama gw? Yaudah gakpapa kok kita bisa berteman kaya dulu lagi kan ?”
                 “bukan itu, tapi sebenarnya gw juga suka sama lo hanya saja gw belum percaya lo mengatakan itu sama gw.” Ucap Bela.
                 “yang bener berarti lo mau jadi pacar gw Bel?” Tanya Reigy.
                 “iya gw mau gy.” sambil tersenyum.

Akhirnya Reigy dan Bela pun berpacaran menjalani kisah cinta di masa remajanya.

CERPEN CINTA TERBAIK : Mencoba Tinggalkan Bayangmu

Mencoba Tinggalkan Bayangmu
Oleh: Fatkuryati

Malam itu adalah malam pergantian tahun, atau yang lebih dikenal dengan istilah tahun baru,, euforia cantiknya kembang api mulai terasa di menit-menit pergantian tahun. Tidak banyak yang aku bisa lakukan di malam itu. Seperti putri di negri dongeng yang terkurung dalam khayalan-khayalan indah. Untuk ikut bernostalgia di malam tahun baru bersama teman-teman semasa SMA pun aku tak dapat izin dari sang bunda. Untuk hal seperti ini mamah selalu punya dua alasan. Alasan pertama, aku masih selalu di anggap anak kecil.

“nah lhoooo,,, aku kan udah umur 20 tahun mah, semester 5 lhoo aku, sekitar dua tahun lagi insyaallah aku lulus kuliah, gumamku dalam hati”. 

Alasan kedua, suasana malam di kota sangat tidak baik, pergaulan di sana bahkan tidak pernah mengenal aturan.

“Hmmp,, ya ampuunn ini kan masih kota Serang mah bukan Jakarta,, toh aku juga bukan keluyuran sendiri yang gg jelas, tapi sama temen-temen yang sebagian besar udah mamah kenal dengan sangat baik, jawabku pelan”. 

“iyah mamah tahu, tapi mamah yakin kamu paham betul makna dari alasan-alasan mamah, jawab mamah dengan bijak”. 

Aku tidak bisa mendesak mamah untuk memberikan izin, aku takut mamah akan sedih bila ada bantahan di tengah perhatiannya, aku tahu semua kekhawatirannya semata-mata karena ingin melindungi dan menjagaku. Sepeninggalnya ayah beberapa tahun silam, mamah memang berubah jadi over protektif, untuk sebuah keselamatan anak-anaknya beliau lebih rela di hujat banyak orang daripada akan ada apa-apa nanti. Di rumah memang tak ada lelaki dewasa yang bisa benar-benar melindungiku, kedua kakak priaku telah menikah dan tinggal bersama keluarga kecilnya masing-masing, di rumah hanya ada aku, mamah dan kakak wanitaku dengan perbedaan usia 3 tahun. Jadi wajar saja bila mamah merasa memiliki tanggungjawab yang sangat lebih. jika terjadi apa-apa dengan putrinya, ia akan merasa sangat berdosa. Oleh karenanya, sebelum hal itu terjadi, beliau lebih memilih untuk menjagaku dengan caranya. 

Di tengan perbincangan itu,, mamah memetikkan ibu jari dan jari tengahnya, pertanda memberikan ide.

“hmmmp,, untuk menghabiskan malam tahun baru, gimana kalo kamu ikut acara mamah” usul mamah. 

“Acara apa mah?" tanyaku.

“kamu ikut mamah pengajian di pendopo kantor Bupati, Serang.. gimana??” tanya mamah.

Dengan spontan aku mengangkat sebelah alisku, “hmmp, ya udah deh aku mau, daripada di rumah, pastinya nanti aku akan benar-benar jadi gadis di negri dongeng yang merindukan dunia luar,” jawabku dengan ekspresi seadanya.

“Nahh gitu dooong, ini baru namanya anak mamah,” ucap mamah sambil mencium keningku.

Dalam perjalanan menuju kantor bupati, mataku terasa disuguhkan dengan pemandangan indah tahun baru. Banyak sekali penjual dadakan yang mencoba peruntungannya di malam ini,, dengan mencoba berjualan pernak-pernik dan makanan khas tahun baru. Para penjual terompet, petasan, kembang api, dan balon berjejer menawarkan barang dagangannya. Bahkan karena maraknya penjual, para konsumen terlihat dibuat bingung untuk membelinya. Asap jagung bakar pun seolah menggoda para penikmat tahun baru untuk sekedar mencicipinya. Dan yang tak kalah menarik,, ada pasar malam di Alun-alun kota Serang, terlihat sesak, orang-orang mencoba menghibur dirinya dengan sekedar berbelanja, menikmati wahana permainan atau makan bersama dengan sang kekasih hati. “Oohh tidak, sepertinya malam ini memang tak ada pangeran menjemputkuku, huufftt jadi merasa sedikit cemburu dengan mereka, ucapku lirih sambil memonyongkan bibir”. 

“tapi aku tetap bersyukur masih diberi kesempatan untuk bisa melihat pemandangan seelok ini,, semoga nikmat sehat-Mu yang tak terkira banyaknya ini, selalu menjadikanku untuk tetap bersyukur, ucapku dalam hati dengan mimik takjub”.

Dan ternyata di pendopo kantor bupati pun tak kalah sesak,, para jamaah berlomba-lomba untuk menempati posisi terdepan, katanya akan ada penyanyi lokal Banten yang pernah melanglang buana di stasiun TV swasta, presenter yang cukup terkenal di acara dakwah, juga ustadz yang cukup membumi di Banten dan hiburan lainnya yang tak kalah menarik.

Anehnya,, di tengah acara ini berlangsung,, tiba-tiba aku teringat sebagian kenangan masa laluku.. Aku seperti orang dengan raga yang tertinggal di pendopo, sementara pikiran dan nyawaku berkunjung menjelajah kembali ke masa lalu.


Dia,, pria itu... pria yang baru 2 tahun lalu ku kenal. Tampan, baik dan dewasa,, Ia adalah mantan kekasihku. 100 hari bersama,, ternyata cukup untuk membuatnya berkarat dalam ingatanku . Aku tak pernah tahu, kenapa hingga kini ia masih cukup berarti untuk hidupku. Kami sama-sama mengakui bahwa kami masih saling merindukan satu sama lain. Ketemu, jalan dan makan bareng adalah hal yang biasa kami lakukan untuk sekedar mengobati rindu itu.

Kadang ia masih suka mengirimiku pesan singkat yang manis,, hingga aku merasa aku adalah wanita terbahagia di dunia. Ini adalah salah satu pesan singkatnya.

“tak apa, kalau kamu masih malu untuk bilang sayang kembali, tapi yang penting hatimu masih tersimpan indah dalam hatiku” 

Heiii pria yang menjadi mantan kekasihku,, tahukah kamu,, aku malah seperti wanita gila ketika membaca pesan singkatmu itu, loncat-loncat bahagia layaknya anak kecil yang mendapatkan hadiah balon, dan senyum-senyum sendiri seperti penghuni RSJ yang melarikan diri. Dan tahukah kamu,, Itu adalah pertanda bahagianya aku ketika ku tahu kau masih memiliki rasa yang sama.

Jujur,,, hingga kini aku masih menyayangimu, aku tak pernah mampu untuk menggantikan namamu dengan nama yang lain. Bahkan aku lebih memilih untuk menolak cinta 5 pria lain, daripada menghapus namamu. Aku tahu 5 pria itu kecewa karenaku, tapi aku tak dapat membohongi perasaanku bahwa kamu masih cukup berarti untuk hidupku. 

Jika kamu izinkan,, rasanya aku ingin kembali menjadi satu-satunya wanitamu.. malam ini aku bukan seperti jamaah yang khusu mendengarkan tausiyah di tempat pengajian.. tapi aku seperti menjadi tokoh utama di sinetron Lorong Waktu, acara ramadhan semasa aku SMP. Di lorong waktu ini aku seolah dikirimkanku ke cerita cinta masa lalu.. Ya benar kamu memang masa laluku,, tapi aku ingin kamu menjadi teman masa depanku,, bersama dalam sisa hidupku sampai Tuhan akan memanggil kita nanti.

Aku cukup bahagia dengan semua itu,, tapi entah aku merasa kini kamu berbeda.. kamu tak lagi bersikap semanis beberapa waktu yang lalu.. Tak ada lagi kata rayuan,, tak ada lagi kalimat gombalan dan tak ada lagi ucapan manis bahwa kamu masih menyayangiku sebagai mantan kekasihmu. Pikiranku terbang hingga ke awang mencoba menerka apa yang sedang terjadi denganmu,, banyak terkaan yang bisa menggalaui hatiku malam itu.. Dari mulai, sepertinya kamu sedang menyukai wanita lain,, mencoba menjadikanku hanya cinta masa lalu,, kamu tidak lagi menyayangiku,, dan yang paling bisa buatku sedikit tenang adalah semoga kamu memang hanya sedang sibuk menyelesaikan tugas akhirmu (skripsi), bukan karena kau terjebak cinta dengan wanita lain.

Entahlah,, euforia tahun baru itu tak lantas mebuat hatiku riang.. Ada kegalauan yang buatku merasa tak nyaman,, di tengah ramainya pendopo Serang,, aku malah berpikir untuk mengirimimu puisi ungkapan hati via sms,, Ini adalah puisi yang ku kirimkan di tengah kegalauan yang menghimpit hatiku,, sebenarnya dengan puisi ini aku mengharapkan kamu membalasnya dengan kata yang sama indahnya dan tentunya bisa buat hatiku tak segalau ini.

Aku tak pernah tahu
Aku tak pernah tahu,,
Kenapa hingga kini kau masih cukup berarti untuk hidupku
Ada rasa yang berbeda ketika ku mengingatmu
Tak sama dengan ketika ku mengingat yang lain

Aku bahkan tak pernah tahu,,
kenapa Tuhan s’lalu hadirkan bayangmu di pikiranku
Aku tak pernah sekalipun berusaha tuk mengingatmu,,
Tapi sepertinya Tuhan tahu bahwa kau masih dihatiku
Rasa ini tak ubahnya rembulan yang selalu nampak bersinar,,
Indah,, dan mempesona..
Aku tak pernah mampu tuk meninggalkanmu jauh dari pikiranku,,
Sepertinya aku mulai mencintaimu kembali..

Percayalah,,
Aku mencintaimu dengan hati
Dengan hati yang tak bisa ku sematkan pada lelaki selainmu
Dan aku menyayangimu dengan nada
Dengan nada yang tak bisa ku harmonikan pada yang lain,,,
Pernah kucoba tuk lupakanmu,,
Melempar bayangmu hingga langit ke tujuh,,
Tapi nyatanya,, aku tak pernah mampu untuk tak mengingatmu..
Entah,,
Sepertinya kau masih berkarat untuk hatiku..

Ting-ting-ting (tanda pesan masuk),, itu pertanda bahwa sms yang ku kirim telah sampai ke ponselnya dan mungkin sedang dibaca.

“Allhamdulillah puisiku telah sampai ke ponselnya,, semoga akan ada balasan yang nantinya tak membuat ku kecewa,, ucapku dalam hati”.

Bermenit-menit ku tunggu,, dan sekarang menit tak lagi sebagai menit,, aku menunggunya hingga berjam-jam.

“huuuuffffttthh,,, sepertinya memang benar aku tak lagi berarti buatmu,, mungkin memang kamu sedang terjebak dengan cinta yang lain,, ucapku lirih mencoba menerima kenyataan”.

Aku berusaha menguatkan diriku sendiri atas rasa kecewa yang kini tak lagi klise.

”yahhhh,,, sepertinya aku memang harus benar-benar melupakanmu,, melempar bayangnya jauh-jauh hingga langit ke tujuh,, ucapku lirih seolah tertusuk sembilu”.

Aku memang tak tahu,, adam dari sisi mana yang akan Tuhan pilihkan untukku..
Seperti apa,, dan bagaimana ia,, tak ada yang tahu untuk masa depan.. Mungkin benar kau memang hanya ada di masa laluku.. Jika memang Tuhan tak takdirkan kita bersama, setidaknya aku pernah melewati 100 hari bahagia bersamamu dan jika Tuhan akan menghapusmu dari ingatanku,, itu karena Tuhan akan menggantikanmu dengan adam yang lebih baik..

Ikrarku,, akan ku coba tuk tinggalkanmu dalam masa laluku, tak banyak yang bisa ku lakukan.

Tapi pastilah akan ku coba,, seindah apapun dulu kamu dimataku semoga kamu juga akan nampak indah dimata wanita selainku. 

Ku akui,, salah itu memang ada padaku,, kalau saja aku tak pernah melakukan hal bodoh yang mungkin melukai perasaanmu, mungkin hingga kini kita masih berdua,, berdua membangun istana cinta di hati kita.. Tapi biarkanlah,, biarkan itu hanya menjadi kenangan di masa lalu.. 

Jujur,, hingga kini sayang itu memang masih ada untukmu,, tapi akan ku coba relakan rasa itu pupus bersama sang waktu.. Aku yakin,, Tuhan t’lah miliki rencana yang indah untukku,, dan barangkali untukmu....

Lagi-lagi aku harus katakan ini pada cinta yang tak lagi bersahabat,, “AKU AKAN MENCOBA UNTUK MENINGGALKANMU DALAM MASA LALUKU”...

Aku teramat yakin bahwa Tuhan tidak akan mengambil sesuatupun dari makhluknya, kecuali Dia akan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik..
*****

Kamis, 06 Februari 2014

Cerpen Singkat "Rindu Merah Jambu"

Rindu Merah Jambu
Otakku browsing ke masa tiga minggu lalu. Saat pertama melihatmu. Aku terkesiap, sama sekali tak menyangka  parasmu begitu rupawan. Laksana pangeran dalam impian. Dan senyumnya menaburkan gula-gula di hatiku. Aku merasa mulai terpedaya dengan rasa suka.
Di rumah kita berbagi cerita. Dan engkau menabur banyak benih kekaguman di hatiku. Saat kau shalat di rumah, desah khusyu memanggil Rab sungguh mengharu biru. Kuteriakkan dalam hatiku, ” Rab, seperti inilah lelaki pujaanku!”
Lembut matamu memandangku. Kuteriakkan padamu,” jangan menatapku  begitu, Ben. Daku malu!” Kau pun tersenyum kemudian meminum teh botol yang kusuguhkan.
Setelah itu kita sama-sama mengandung rindu. Tapi seperti jumpa perdana, pertemuan berikutnya susah rasanya. Kau dijerat kesibukan luar biasa. Padahal jarak bukan masalah bagi kita. Kau tidak lagi di Perancis sana. Kau ada di Jakarta. Dengan dua jam saja sebenarnya kita bisa bersua.
“Aku rindu,” smsku hari itu.
“Aku juga sangat rindu padamu,” jawabnya.
“Jadi kapan kita dapat bertemu?” tanyaku menghiba.
“Secepatnya. Jika aku tidak sibuk tentu saja.”
Uh, jadi sangat benci sekali dengan kata itu. Kata itu telah menjadi racun dalam kehidupanku. Sibuk, sibuk dan sibuk.
Jika sibuk itu adalah sebuah bantal, tentu akan kupukul agar dia tidak jadi penghalang pertemuanku lagi. Jika sibuk itu sebuah apel akan kulumat sampai habis, kalau perlu bijinya kutelan sekalian. Tapi sibuk itu telah menjadi mahluk, pembatas rasa rindu kami. Jadinya kuberdoa terus agar engkau tidak lebih mencintai mahluk bernama sibuk itu daripada diriku.
Lama-lama bosan juga melawan si sibuk itu. Kukatakan pagi itu lewat sms.
“Pagi ini kusegerakan shalat, berdoa di hadapan Rabku. Rab, jika Ben itu baik untukku maka mudahkanlah pertemuanku dengannya. Tetapi jika ia tidak baik untukku, maka tolong jauhkan ia dariku dan gantikan dengan yang jauh lebih baik darinya.”
Seperti kebakaran jenggot Ben membalasnya panjang lebar.
“Aku harap kamu mau mengerti kesibukanku.  Akan kuusahakan sebisaku bertemu.  Hari Rabu, ya hari Rabu. Bagaimana, bisa tidak?”
Rabu adalah hari dimana kuharus memprogram semua kegiatan belajar murid-muridku. Rabu adalah pekerjaanku yang utama. Tapi aku tahu, rindu memerlukan pengorbanan. Jadi kukatakan padanya, “Ya, bisa saja tidak masuk kerja. Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu?”
Jawabnya sungguh di luar dugaan. “Bagaimana lagi, kalau rindu susah ditahan kan?”
Ah Ben, jadinya kumulai menghitung hari sejak pertama kau katakan itu. Kubayangkan melihatmu lagi. Senyummu, gaya berwibawamu dan semuamu.
Ya Tuhan, izinkan aku bertemu dengannya. Biarlah rindu merah jambuku mengantarku dalam kebaikan bersamanya. Amin.
***
 
 
All Right Reserved - BLOG KANG ADI
Design by SEO XT | Powered By Blogger.com